KODE ETIK KEGURUAN DAN PEMBINAAN PROFESI
GURU AGAMA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas individu semester v
Program Strata
Satu Fakultas Terbiyah
Mata Kuliah :
Admimistrasi Pendidikan
Dosen
SOBARI WS, Spd. M.Pd
Disusun
Oleh
M. MACHRUS ANWARI
(2093544)
Sekolah
Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama
(STAINU)
Kebumen
2011
KODE ETIK KEGURUAN DAN
PEMBINAAN PROFESI GURU AGAMA
A. Kode
Etik Guru
Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengefaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang
tentang Guru dan Dosen Bab I Ketentuan Umum Pasal I).
Secara
filosofis, terdapat beberapa istilah yang ditujukan kaedaan tingkah laku
manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Akhlak
adalah istilah perilaku baik atau buruk menurut pandangan agama islam.
2. Moral
adalah istilah perilaku baik atau buruk dalam kontex ideologis dan kontex
social.
3. Norma
adalah istilah perilaku menurut peraturan yang berlaku, baik undang-undang
maupun norma yang berlaku di masyarakat, misalnya hukum adat.
4. Etika
adalah istilah perilaku baik dan buruk menurut ukuran rasio, agama, adat, dan
kesepakatan social.
Pedoman
perilaku yang menggambarkan baik buruknya tingkah laku guru disebutkan secara
sistematis dengan pasal-pasal tertentu dan diberlakukan untuk semua tindak
tanduk guru, baik dam prifesinya sebagai guru atau sebagai pribadi warga
masyarakat dan bangsa pada umumnya.
Kode
etik guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
bagi guru sebagai bagian dari PGRI yang bertujuan sebagai berikut:
1.
Menjujung tinggi
martabat profesi guru.
2.
Meningkatkan
kesejahteraan guru.
3.
Meningkatkan pengabdian
guru dalam pembangunan bangsa dan Negara indonesi
4.
Meningkatkan
profesionalitas guru.
5.
Meningkatkan kewibawaan
guru didalam tugasnya dan di dalam pergaulanya di masyarakat.
6.
Menjaga citra
pendidikan di indonesi.
7.
Menjadi suri toladan
bagi peserta didik dan warga masyarakat.
8.
Meningkatkan wawasan
dan karir guru yang menjanjikan kehidupannya di masa yang akan datang.
Sebelum
menguraika taentang kode etik guru, sangat penting untuk mengtahui
Undang-Undang tentang guru dan dosen, yang pasal-pasalnya berisi sebagai
berikut;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.
Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan Beni melalui pendidikan, penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat.
3.
Guru besar atau
profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih
mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.
Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.
Penyelenggara
pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur pendidikan formal.
6.
Satuan pendidikan
adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.
Perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
8.
Pemutusan hubungan
kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.
Kualifikasi akademik
adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai
dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi
adalah seper angkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati,
dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai
tenaga profesional.
13. Organisasi
profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk
mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga
pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas
oleh Pemerintah
untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji
adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari
penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan
adalah hak yang diterira oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan
tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan
mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah
khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang
terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana
sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat
adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan
dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah
adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah
daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri
adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1).
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2).
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.
Pasal 3
(1).
Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
tinggi yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2).
Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan
dengan sertifikat pendidik.
Pasal
4
Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Pasal
5
Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi
kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal
6
Kedudukan
guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan system pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
BAB
III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1).
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut:
a. memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
c. memiliki
kualifikasi akademik dan Tatar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
h. memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki
organisasi profesi yang rnempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
(2).
Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan
melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau
program diploma empat.
Pasal 10
(1).
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan
profesi.
(2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1).
Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru
yang telah memenuhi
persyaratan.
(2).
Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3).
Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4).
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap
orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama
untuk diangkat
menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan
kualifikasi akademik
dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik
dan sertifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1).
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh
dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran
tugas keprofesionalan;
f. memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan;
g. memperoleh
rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki
kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan/ atau
k. memperoleh
pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1).
Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) huruf
a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
berupa tunjangan
profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang
terkait dengan
tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2).
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau pemerintah
daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3).
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diberi gaji berdasarkan
p erjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1).
Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) kepada
guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2).
Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1
(satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3).
Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1).
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2).
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada gum yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3).
Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan
fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1).
Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1). kepada guru yang
bertugas di daerah khusus.
(2).
Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1
(satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerinta h daerah di daerah khusus,
berhak atas rumah
dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2).
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1).
Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan
tambahan kesejahteraan
yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan
penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2).
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3).
Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. ineningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1).
Dalatn keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada guru dan/atau
warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan
kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru
dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1).
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi
calon guru untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1).
Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di
lembaga pendidikan
tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2).
Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hams mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1).
Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak
usia dini
jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar
dan menengah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2).
Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, balk dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan
khusus sesuai dengan kewenangan.
(3).
Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4).
Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh
masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1).
Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan
sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
(2).
Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah atau
pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3).
Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat dilakukan
oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal
26
(1).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan
pada jabatan struktural.
(2).
Ketentuan Iebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah
atau pemerintah
daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga
kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia
wajib mematuhi
kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat
dipindahtugaskan antar provinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan
pendidikan dan/atau promosi.
(2).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan
permohonan pindah
tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3).
Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi
kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4).
Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diatur oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama.
(5).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2).
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1).
Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan
pangkat rutin secara
otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan
dalam pelaksanaan
tugas.
(2).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani
pernyataan kesanggupan
untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas
selama 2 (dua) tahun
atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru
pengganti.
(4).
Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pem erintah atau pemerintah daerah wajib
menyediakan guru pengganti
untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5).
Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1).
Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. meninggal
dunia;
b. mencapai
batas usia pensiun;
c. atas
permintaan sendiri;
d. sakit
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara
ternsmenerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.
(2). Guru dapat
diberhentikan tidak dengan hormat dart j abatan sebagai guru karena:
a.
melanggar sumpah dan
janji jabatan;
b.
melanggar perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.
melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3).
Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
(4).
Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan
pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5).
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan
dart jabatan sebagai
guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak
dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1).
Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan
setelah guru
yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2).
Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat
tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan
perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1).
Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan
karier.
(2).
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
(3).
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui
jabatan fungsional.
(4).
Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan
strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan
pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan
dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 34
(1). Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pem erintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
(2). Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi guru.
(3).
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan
pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1)
Beban kerja guru
mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
basil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta
melaksanakan
tugas tambahan.
(2) Beban
kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar
biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.
(2)
Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas
di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1)
Penghargaan dapat diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau
satuan pendidikan.
(2)
Penghargaan dapat diberikan pada tingkat
sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)
Penghargaan kepada guru dapat diberikan
dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam,
dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)
Penghargaan kepada guru dilaksanakan
dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia,
hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada aya t (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah
dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 39
(1)
Pemerintah, pemerintah daerah,
tasyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan
terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)
Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari
pihak peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap petnutusan hubungan
kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5)
Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1)
Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(2)
Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1)
Guru membentuk organisasi profesi yang
bersifat independen.
(2)
Organisasi profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan
kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada
masyarakat.
(3)
Guru wajib menjadi anggota organisasi
profesi.
(4)
Pembentukan organisasi profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dapat memfasilitas i organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan
dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi
profesi guru mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b.
memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.
memberikan perlindungan profesi guru;
d.
melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.
memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1)
Untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan,
organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2)
Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan
tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)
Dewan kehormatan guru dibentuk oleh
organisasi profesi guru.
(2)
Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan
kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar
organisasi profesi guru.
(3)
Dewan kehormatan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik
guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)
Rekomendasi dewan kehormatan profesi
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hams
objektif, tidak diskriminatif, dan tidak
bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
(5)
Organisasi profesi guru wajib
melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Kode etik guru Indonesia tercantum dalam keputusan
konggres PGRI ke-13 tahun 1973, yaitu sebagai berikut:
Gelet internet.
B. Pemberian
Motifasi Guru Agama
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
tidak dibedakan antara kedudukan guru agama atau umum. Keduanya menempati
posisi yang sama dan perlakukan sama
dimata hukum dan undang-undang.
Berkaitan
dengan pemberian motifasi bagi guru agama dapat dilihat kembali dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen bagian ke-6 mengenai Penghargaan dan pasal 36
menyebutkan sebagai berikut: kopi paste
Dengan
memerhatikan pasal-pasal yang menetapkan adanya penhargaan bagi guru yang
barjasa bagi bengsa dan Negara, jelas bahwa pemberian motivasi bagi guru
semuanya adalah sama, tidak ada perbedan secara normaif antara guru agama
dengan guru umum.
Kesamaan
itu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1.
Guru adalah profesi
yang sama, baik guru agama ataupun umum.
2.
Memikul tanggun jawab
dari tugas mulia yang sama.
3.
Sebagai PNS memperoleh
gaji pokok yang sama sesuai pangkat dan golongannya.
4.
Memperoleh tunjangan
yang sama.
5.
Harus melaksanakan
sertufikasi yang sama.
6.
Menjalankan kode etik
yang sama.
C. Pembinaan
Profesi Guru yang Sama
Guru
agama artinya pendidik yang mengajar mata pelajaran agama disekolah umum,
sekolah khusus atau kejuruan maupun di sekolah madrasah. Tidak ada perbedaan
berkaitan dengan pembinaan profesi guru agama, namun sebutan guru agama lebih
popular untuk sekolah selain madrasah. Di sekolah umum atau kejuruan terdapat
mata pelajaran agama Islam maka guru yang mengajar mata pelajaran tersebut
dipanggil sebagai guru agama.
Adapun
sekolah madrasah tidak mempopulerkan sebutan gurunya dengan sebutan guru agama,
karena pendidikan madrasah telah disebut sebagai pendidikan agama, meskipum di
dalamnya terdapat pelajaran umum. Hamper semua guru di madrasah dipanggil
dengan ustad oleh murid-muridnya, sedangkan panggilan ustad identiknya dengan
panggilan guru agama.
Pembinaan
terhadap guru agama adalah sebagai berikut:
1.
Pembinaan kepemimpinan
di dalam proses pembelajaran
2.
Pembinaan strategi
pembelajaran agar memiliki peningkatan wawasan metodologi pengajaran yang
efekyif dan efisien
3.
Penyetaraan guru agama
dengan guru-guru pada uumnya
4.
Pembinaan sertifikasi
guru
5.
Pemberian kesempatan
mengikuti berbagai kegiatan kependidikan, misalnya seminar, loka karya,diskusi
dan sebagainya